Peran Tu’a Golo Dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah Antara Warga Masyarakat Adat Poka Desa Longko Kecamatan Wae Ri’i Kabupaten Manggarai

Stefanus Don Rade

Abstract


Masyarakat Adat Poka merupakan bagian dari masyarakat Manggarai, juga mempraktekan hal-hal yang berkaitan dengan budaya Manggarai seperti penyelesaian sengketa tanah antara wargamasyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran Tu’a Golo dalammenyelesaikan sengketa warga Masyarakat Adat Poka Desa Longko Kecamataan Wae Ri’i Kabupaten Manggarai. Berdasarkan hasil penelitian bahwa peran Tu’a Golo dalam Masyarakat Adat Poka ialah: Mengatur dan mengurus kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakatserta menyelesaikan sengketa batas tanah masyarakat adat Poka. Adapun peran Tu’a Golo dalammenyelesaikan sengketa batas tanah yaitu sebagai berikut: 1) Peran Tu'a Golo dalam sengketa antar Bapak Benyamin Bago dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai. Dalam kasus ini, Tu’a Golo dihadirkan pihak kepolisian hanya sebagai saksi. 2) Peran Tu'a Golo dalam sengketa antara Bapak Alosius Sema dengan Bapak Benyamin Bago, yaitu: menerima dan menilai laporan masyarakat mengenai sengketa yang diperkarakan,memimpin acara lonto leok dalam menyelesaikan perkara, memanggil tu’a panga dan saksi-saksi, memimpin acara meninjau lokasi perkara, memutuskan perkara, menjadi saksi dalam suatu perkara. Putusan Tu'a Golo terhadap sengketa batas tanah antara Bapak Alosius Sema dan Benyamin Bago memiliki kekuatan mengikat dan berlaku bagi para pihak, namun tidak bersifat final. Menurut Peneliti, keputusan Tu'a Golo dalam sengketa antara Alosius Sema dengan Benyamin Bago telah memenuhi unsur keadilan.


Full Text:

PDF

References


Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.

Apriyani, R. (2018). Keberadaan Sanksi Adat Dalam Penerapan Hukum Pidana Adat. Jurnal Hukum PRIORIS, 6(3), 227–246.

Martin Kryger, Law as Tradition, Journal of Law and Philosophy, Vol. 5 No. 2 August 1986.

Mathias Reimann, The Historical School Against Codification: Savigny, Carter, and the Defeat of the New York Civil Code, American Journal of Comparative Law, Vol. 37, 1989.

Ngoro, Adi M. Budaya Manggarai Selayang Pandang. Ende: Nusa Indah, 2016.

Sabardi, L. (2014). Konstruksi Makna Yuridis Masyarakat Hukum Adat Dalam Pasal 18B UUD RI Tahun 1945 Untuk Identifikasi Adanya Masyarakat Hukum Adat. Jurnal Hukum & Pembangunan, 44(2), 170. https://doi.org/10.21143/jhp.vol44.no2.19

Salim, M. (2016). Adat Sebagai Budaya Kearifan Lokal Untuk Memperkuat Eksistensi Adat Ke Depan. Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana Dan Ketatanegaraan, 5(2), 244–255. https://doi.org/10.24252/ad.v5i2.4845

Steven Winduo, Costumary Law is A Living Law, www.ichcap.org, diakses pada tanggal 31 Maret 2023, jam. 12.00.

Syahbandir, M. (2010). Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum (The Structure of Customary Law In Indonesia’s Legal System). Kanun, 4(50), 1–13.

Syamsudin. (2008). Beban Masyarakat Adat Menghadapi Hukum Negara. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 15(3), 338–351. https://doi.org/10.20885/iustum.vol15.iss3.art9

Syofyan Hadi. "Hukum Positif dan The Living Law (Eksistensi dan Keberlakuannya Dalam Masyayarakat)”. DiH Jurnal Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya, Vol. 13 No.26, Agustus 2017 DOI https://doi.org/10.30996/dih.v0i0.1588, 259-266




DOI: http://dx.doi.org/10.30652/jih.v12i2.8568

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Jurnal Ilmu Hukum has been indexed by:


Jurnal Ilmu Hukum  is an open access under the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License (CC-BY-SA license)